Bagaimana Rasanya Disayang Ayah?

 Ayah...

Aku pikir anak-anak lain sama sepertiku yang dibesarkan dengan kekerasan.

Aku pikir perbuatanmu itu memang untuk melatihku supaya jadi anak yang kuat.

Tapi ternyata semakin dewasa aku mulai paham “bukan ini yang seharusnya Ayah kasih”.

 

Aku iri melihat teman-temanku yang bisa dekat dengan Ayahnya.

Mereka menjadikan Ayahnya sebagai superheronya.

Sedangkan aku? dekat denganmu saja aku sudah takut.

 

Aku tidak tau rasanya dipeluk Ayah

Aku tidak tau rasanya dielus-elus kepalanya sama Ayah.

Aku tidak tau, Apakah kau itu Ayahku atau bukan?

 

Kata mereka, Ayah itu cinta pertama bagi anak perempuannya.

Kataku, Ayah itu luka pertamaku.

 

Kata mereka “Ayah kamu kan baru pertama kali jadi orang tua”.

Kataku “aku juga baru pertama kali jadi anak”.

 

Kata mereka “gk boleh begitu, bagaimanapun juga kan itu ayahmu”.

Tapi tidak pernah ada yang bilang ke Ayah “gk boleh begitu, bagaimanapun juga kan itu anakmu”.

 

Ayah, dibanyaknya cerita yang aku dengar dan dibanyaknya film yang ku tonton. Anak perempuan akan menyandarkan kepalanya pada bahu tegas milik Ayahnya. Tapi Ayah, kenapa bahumu itu terlalu jauh untuk ku sandarkan?

Dari sekian banyaknya bentuk kasih sayang. Aku hanya ingin tau bagaimana rasanya disayang Ayah?

ke Psikiater Gara-Gara Skripsi??

Halo aku Nabilah, teman-temanku biasa memanggilku Bila. Sebutan Bila baru ada sejak aku kuliah. Aku suka dengan panggilan itu, karena sebelumnya aku biasa dipanggil “Nab” dan sekarang panggilan itu sudah terasa asing. Ini pertama kalinya aku menulis setelah sekian lama aku tidak menulis. Sejak SD aku punya banyak buku diary, pokoknya dalam sehari itu harus menulis. Karena menulis itu jadi salah satu cara untuk meluapkan emosi. Emosi itu bukan hanya marah. Tapi senang, sedih, kesal dll itu juga bagian dari emosi. Bahkan sangking senangnya menulis, waktu SMP pun sampai ikut ekskul Sastra Indonesia. Aku disini mau menceritakan sedikit pengalamanku kenapa bisa memutuskan untuk ke Psikiater. Masih banyak orang yang beranggapan kalau ke Psikiater itu berarti gila, kurang ibadah. Look at me? Apakah aku terlihat gila? 

Aku udah ke Psikiater sejak tahun 2022. Alhamdulillah aku udah lama lepas obat dan udah semakin membaik. Sampai akhirnya sekarang lagi difase skripsi dan pastinya banyak tekanan darimana-mana. Entah dari keluarga, dosen dan teman-teman sekitar. Aku tau batas kemampuanku sampai mana. Jadi sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti saat tahun 2022, aku memutuskan untuk datang ke Psikiater lagi.

Kilas balik saat tahun 2022, aku didiagnosis anxiety disorder. Catat baik-baik ya, setiap orang pasti punya anxiety, tapi tidak semua orang anxiety disorder. Setidak enak itu hidup dipenuhi dengan rasa cemas dan ketakutan.

Kata mereka "ngapain harus takut, hidup kita semua udah diatur Allah, percaya rencana Allah itu indah”. Emang siapa yang gk percaya kalau hidup udah diatur Allah?? Aku benar-benar memasrahkan hidupku sama Allah. Berusaha sholat tepat waktu, do'a, ikhtiar dll. Tapi semua yang terjadi itu benar-benar diluar kendaliku.

Terkadang mereka yang belum pernah mengalami hanya bisa berkomentar, tanpa mencoba untuk memahami apa yang dirasa. Coba sesekali ditanya "apa yang kamu rasain, coba cerita". Kalau bisa, dipeluk atau cukup genggam tangannya, karna itu seakan-akan ngasih tau "kamu tuh gk sendiri, kamu gk perlu takut".

Pemikiran orang-orang sepertiku tuh lagi jauh diambang batas normal, jadi percuma mau ngomong panjang lebar juga gk bakal didengar, yang ada malah brontak karena ngerasa gk ada yang ngertiin. Lebih baik posisikan dirimu sebagaimana apa yang sedang dirasa, dengarkan apa yang diceritakan. Kalau udah sedikit lega, baru deh boleh dikasih saran-saran atau nasihat. Apalagi yang biasanya suka adu nasib, duhh jauh-jauh deehhhh. Ada lagi yang paling penting, jangan biarin terlalu lama sendiri!! Kadang pikiran untuk self harm suka tiba-tiba dateng. 

Pernah nonton salah satu drakor yang judulnya “Daily Dose of Sunshine”. Disitu ngasih tau cara mengalihkan pikiran untuk self harm. Taruh karet gelang dipergelangan tangan, lalu tarik sekencang-kencangnya dan bummm lepaskan. Rasa sakitnya hampir sama seperti menyayat tangan dengan pisau. Btw drakor itu bagus banget, harus nonton!! Bakal tau banyak tentang berbagai macam mental illness.

Oke balik lagi, kenapa ke Psikiater gara-gara skripsi?

Karna memang sebelumnya aku didiagnosis anxiety disorder (kecemasan berlebihan), nah karna skripsi inilah yang bikin aku jadi gampang kepikiran. Takut gagal, takut ngecewain orang tua, takut gk bisa tepat waktu dan takut-takut lainnya. Belum lagi dicoba dapet penguji yang perfeksionis, yang mau skripsiku setara dengan tesis. Ngerjain proposal skripsi aja udah terseok-seok, malah disuruh setara tesis, otak aing ngamuk laa. Bolak-balik revisi tetep aja salah terus. Meskipun aku tau maksud pengujiku itu baik, biar ketika nanti S2 udah paham, jadi gk akan kesulitan ngerjain tesisnya. Tt-ttaapiii kannn? Bisa nanti dulu gk, pokoknya skripsi dulu aja ini selesaiin😭

Secara tidak sadar, efek dari GAMPANG KEPIKIRAN alias overthinking itu yang bikin muncul gejala-gejala. Misal sulit tidur (insomnia) atau bahkan terlalu lama tidur (hipersomnia), sulit konsentrasi, kepala sering pusing, sesak nafas, tangan dan kaki tremor dll. Padahal gejala itu semua kalo diperiksa pun gpp. Dokter pasti paham dan bakal langsung tanya "kamu kenapa?".. Duuaaarrrr, jantung berasa berhenti sedetik pas ditanya itu. Air mata yang udah ditahan-tahan pun akhirnya banjir juga. Eittsss, itu baru gejala yang keliatannya masih normal untuk didengar, gejala yang abnormalnya pun ada juga. Tapi, skip aja lah yaa.

Siapa yang sangka, aku yang menganggap diriku paling kuat, yang selalu bilang "aku gpp, aku baik-baik aja, aku bisa ngelewatin ini" ternyata bisa selemah itu sekarang. Jadi, jangan pernah menganggap diri kita kuat, kita gk tau difase apa yang bikin diri kita lemah. Jangan sampai, ketika udah lemah baru sadar "kenapa dulu aku selalu bilang gpp, aku pasti bisa". Padahal kan it's okey to not be okey. Bahkan kalo emang harus nangis kejer pun gk masalah, selagi itu bisa bikin lega.

Aku baru sadar kalau aku sering bilang gpp, karena setiap ada sesuatu yang sebenarnya itu berat ketika dipikirin orang lain, tapi aku selalu bilang "gpp kok, bisa itu mah, gampang". Yaa pokoknya bilang gampang aja dulu, nanti pasti bakal dibantu Allah. Dan ternyata banyak juga yang bilang "kamu keren banget ya, bisa keliatan tenang gitu kalau ngadepin masalah". Padahal sebenarnya jiwa aku tuh capek, tapi selalu aku kuat-kuatin terus. Jadi, jangan selalu merasa kuat. Bukan hanya fisik yang harus sehat tapi jiwa juga harus sehat.

Meskipun aku sedih karena ternyata aku punya riwayat ke Dokter spesialis jiwa, yang sampai sekarang masih ada aja stigma negatif dari orang sekitar. Tapi yaudah lah, mereka kan gk tau gimana kehidupanku. Justru aku bersyukur karena aku jadi tau dan jadi banyak belajar tentang Mental Health. Aku berusaha untuk tidak menghakimi siapapun dan aku belajar untuk bisa mengerti perasaan orang lain. Andai aku telat datang ke Psikiater, mungkin aku gk bisa melihat teman-temanku sekarang.

Sebelum berakhirnya tulisanku, aku mau bilang untuk siapapun yang nantinya baca ini. Kalau kalian punya teman yang cerita tentang keluh kesahnya sama kalian, please dengerin baik-baik, jangan pernah menyudutkan dan jangan pernah adu nasib. Kita gk tau sestruggle apa dia selama ini sampai akhirnya dia mau cerita. Kalian itu udah dipercaya, jadi jangan sampai teman kita itu hilang kepercayaannya dengan orang lain karena kalian tidak bisa jadi pendengar yang baik.

 

Terimakasih, Alhamdulillahi Jazakumullahu Khoiro sudah membaca sampai akhir. Semoga dengan baca ceritaku ini bisa sedikit melek tentang Mental Health.